Lintasmerahputih.com (Lampung Selatan) – Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lampung Selatan, melalui Kepala Bidang (Kabid) Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup, Ervan Kurniawan, angkat bicara terkait masalah penanganan Limbah B3 di Puskesmas Hajimena, Kecamatan Natar yang diduga tidak mengacu pada aturan yang berlaku.
“Memang seharusnya limbah medis pada layanan kesehatan harus ditempatkan di tempat penyimpanan sementara limbah B3, jika pun tidak disimpan di tempat limbah B3 itu masuk pelanggaran . Kalau dulu ada PP 101 tahun 2014 dan ada juga UU 32 tahun 2009,” katanya ketika dikonfirmasi di Kantornya, Senin (13/9/21).
Iya mengatakan, akan melihat titik kesalahnya seperti apa, sebab terdapat beberapa saksi yang akan diberikan seperti saksi teguran tertulis, pembekuan izin lingkungan pencabutan izin lingkungan.
“Kita menunggu jadwal, dan akan menjadi skala prioritas, Jika tidak ada halangan Minggu ini akan turun, saya koordinasi dulu,” jelasnya.
Sampai berita ini di rilis Kepala Dinas Kesehatan Setempat belom bisa dimintai keterangan. Ingin tahun kelanjutannya, tunggu edisi mendatang.
Limbah B3 di Puskesmas Hajimena Dikelola Secara Asal-asalan
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Non Rawat Inap Hajimena, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Diduga Mengelola Limbah B3 secara asal-asalan.
Pasalnya dari hasil investigas serta pengakuan Nara sumber yang enggan untuk di sebutkan namanya mengungkapkan jika, Limbah B3 yang dihasilkan oleh Puskesmas Hajimena di tumpuk bersamaan dengan limbah non B3 atau limbah rumah tangga.
Dari hasil investigasi limbah B3 yang bercampur dengan limbah rumah tangga tersebut Seperti Sarung Tangan, obat berbentuk pil yang bermerek Rifampicin
Isomiazid, Perban yang terdapat bekas noda darah pasien dan serta limbah B3 lainya.
Dari tumpukan sampah itu juga ditemukan bekas pembakaran limbah B3 bersama – sama dengan limbah rumah tangga, hal tersebut terlihat dari banyaknya bekas pembakaran di bagian bawah tumpukan sampah. Pembakaran itu sendiri terlihat tidak sempurna dan tidak dilakukan pengecekan atau penjagaan saat pembakaran, sebab dari pembakaran tersebut masih ditemukan adanya limbah B3 seperti sarung tangan yang tidak terbakar semua.
Selain itu, Puskesmas Haji Mena juga diduga melakukan penimbunan sampah B3, hal tersebut terlihat pada penggalian tanah yang akan digunakan untuk Supsiteng, dimana dari penggalian Supsiteng tersebut ditemukan banyak bekas limbah B3, namun jika dilihat dari fisiknya limbah tersebut sudah lama di timbun.
Menurut pekerja yang menggali tanah itu mengatakan, Jika lokasi penggalian tanah tersebut sebelumnya bekas tempat lokasi pembuangan sampah.
Dengan adanya hal itu, Puskesmas Haji Mena, diduga telah melanggar mekanisme pengelolan limbah B3, Seperti ; Undang – Undang Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009 Pasal 103 : diatur bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 harus mengelola limbah yang dihasilkannya, lalu dalam pasal 59 Setiap orang yang menghasilkan limbah (B3 ) dan tidak melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud akan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Pasal 104 disebutkan bahwa setiap orang yang membuang limbah secara sembarangan dapat didenda maksimal Rp 3 miliar dan penjara maksimal 3 tahun, Pasal 60 Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, disebutkan bahwa pengelola fasilitas lainnya melakukan pemilahan sampah, pengumpulan sampah, penampungan sampah, dan pengolahan sampah puskesmas, Artinya Jika tidak melakukan kegiatan pengelolaan sampah sesuai norma, standar, prosedur, atau kriteria sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat, gangguan keamanan, pencemaran lingkungan, dan/atau perusakan lingkungan, maka dapat dipidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 10 tahun dan denda antara Rp. 100 juta hingga Rp. 5 miliar.
Selain sanksi pidana, jika terbukti dengan sengaja membuang sampah medis sembarangan, maka akan ada sanksi berupa pencabutan izin beroperasi puskesmas tersebut sebagaimana dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, serta Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor 1024/Menkes/SK/X/2004 tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit.
PP 18/1999 sudah ada standar baku, dimana setiap rumah sakit/puskesmas harus memiliki tempat penampungan sementara dan tempat pengelolaan limbah, sedangkan puskesmas tidak boleh membuang limbah medis di sembarang tempat.
Selain itu, Plt Kepala Bidang (Kabid) Penaatan dan Peningkatan Kapasitas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lampung Selatan, Ervan Kurniawan, SE., Ketika dikonfirmasi mengatakan, bahwa limbah B3 yang dicampur dengan limbah rumah tangga tentu sudah melanggar aturan, sebab seharusnya di simpan di penyimpanan limbah B3.
Iya juga mengatakan, terkait limbah B3 sudah diatur dalam Undang – Undang Lingkungan Hidup Nomor 32 tahun 2009, dilihat titik kesalahnya dimana, sebab ada pindananya juga.
Dilain sisi, Pak Bambang, selaku pagawi Puskesmas Haji Mena yang membidangi dalam pengelolaan limbah B3 ketika di konfirmasi mengatakan jika limbah B3 itu diambil oleh pihak orang ketiga, yaitu PT. JAT.
“Saya posisi kemarin itu lagi sakit, jadi bukan karena saya sengaja, Karna itu mungkin tidak ada saya, cuman yang pasti kami memberlakukan Limba B3 itu dengan sangat spesial, tidak sembarangan,” jelasnya.
Ia juga mengatakan, Terkait temuan limbah B3 tersebut dirinya sudah mewanti – wanti ke yang lain, agar limbah Itu tidak sembarangan.
“Terkait temuan itu mungkin baru dibuang karena mungkin faktor cuaca jadi keesokan harinya baru dipilah kembali,” jelasnya.
(AMURI)