Lintasmerahputih.com (Mesuji) – Petani Singkong di Kabupaten Mesuji sarankan Gubernur Lampung Arinal tidak hanya fokus dengan menegur perusahaan yang membeli singkong dibawah Rp 900. Namun petani berharap Arinal juga memperhatikan Refaksi (potongan) pertonase di setiap Perusahaan ataupun Lapak yang membeli singkong petani.
Pada saat ini sebagian besar Petani Singkong di Kabupaten Mesuji kembali memasuki masa panen. Namun sebagian besar Petani mengeluhkan harga singkong yang selalu mengalami Fluktuasi harga. Pasalnya harga singkong yang sempat turun hingga Rp 900 per kg.
Kes salah satu petani Milineal yang merupakan alumni Agribisnis Universitas Udayana menyoroti pernyataan Gubernur Lampung Arinal. Pasalnya Arinal mengeluarkan pernyataan di Media, bahwa harga singkong tidak boleh dibawah harga Rp 900. “Gubernurkan hanya menegur perusahaan yang membeli singkong dibawah Rp 900. Tetapi tidak menegur perusahaan yang melakukan Refaksi (potongan) dari 15 s.d 27 %, sedangkan kita ketahui potongan tersebut berpengaruh besar terhadap harga per Kg nya,” ujar Kes.
Lanjutnya, Pemerintah Daerah dan Provinsi juga perlu memperketat pengawasan ke Lapak – Lapak Singkong yang selama ini membeli singkong petani. Sebab sebagian besar petani Mesuji menjual singkong di Lapak – Lapak terdekat. Jarang ada yang menjual langsung ke Pabrik. Sebab hitungannya apabila jual ke Pabrik sama saja dengan jual ke Lapak, karena perlu ongkos transportasi juga untuk menuju ke Pabrik.
Kes menyarankan Gubernur Lampung yang merupakan alumni HMI tersebut untuk jeli terhadap cara hitung – hitungan Lapak ataupun pabrik. Sebab menurut Kes bahwa harga bersih di petani per kg, apabila dikalkulasikan tidak sampai harga Rp 900.
“Apabila dilapak harga Rp 1.135 per Kg, dan dengan potongan 25 persen. Maka harga singkong per Kg sekitar Rp 851, dan harga tersebut belum dipotong biaya kuli, dan mobil. Apabila per Kg biaya kuli, dan mobil Rp 200. Maka harga bersih di petani itu hanya Rp 651,” ujar Kes.
Menurutnya tanaman singkong merupakan tanaman tahunan. Petani juga terbilang lama menunggu untuk bisa menjual tanaman singkong milik mereka.
Kes mengatakan biaya produksi tanaman singkong perhektar rata – rata yang dikeluarkan petani di Mesuji dari proses pengolahan tanah, tanam, dan perawatan hingga panen berkisar Rp 4 juta s.d Rp 5 juta. Menurut kisaran harga tersebut tidak termasuk biaya perawatan. Sebab mereka merawat sendiri, sehingga tidak mengeluarkan biaya. “Kalau semua pakai buruh, tidak ketemu mas hasilnya. Besar pengeluaran dari pada pendapatan,” ujar Kes.
Menurutnya biaya operasional untuk tanaman singkong perhektar saat ini besar, apalagi harga pupuk yang selalu melonjak. Harga pupuk Urea bersubsidi Rp 150 ribu dari yang dulunya Rp 80 ribu. Begitu juga pupuk non subsidi seperti TSP dari harga Rp 350 ribu menjadi Rp 500 ribu. “Bahkan terkadang pupuk juga langka saat petani hendak membeli,” ujarnya.
Har salah satu petani Singkong asal Mesuji yang tinggal di Desa Muara Tenang, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Mesuji mengatakan bahwa dirinya baru saja menjual singkong perhektar dengan
memperoleh Rp 10 juta. Singkong yang dijual telah berusia sekitar 1 Tahun.
Menurut Har apabila dihitung hasil panen petani yang mendapat Rp 10 Juta perhektar, dan dikurangi biaya operasional sekitar Rp 5 Juta. Jadi pendapatan petani selama 1 Tahun Rp 5 Juta, dan apabila Rp 5 juta dibagi 12 bulan. Maka pendapatan dirinya ataupun petani perbulan Rp 416.666. “Bahkan ada Mas dibawah Rp 10 juta perhektar. Sebab namanya tanaman bisa saja dipengaruhi kesuburan lahan. Sedangkan kesuburan lahan kan berbeda – beda,” ujar Har.
Har juga berharap agar nasib para Petani Singkong di Mesuji diperhatikan oleh Pemerintah Daerah, Provinsi bahkan pusat.
(Akif)